Hai, Biru. apa kabar? lama tidak bersua. terakhir bertemu sekitar 7-8 bulan yang lalu kan? waktu itu kita selalu bersama. setiap ada aku, kau selalu ada. semacam perangko dan lem saja begitu.
kalau aku melihat lagi ke arah belakang. aku rasa, kita benar-benar sahabat yang baik, ya? tidak pernah kita melewatkan jingga, tanpa duduk di bawah akasia hingga Matahari tertidur. kita juga tak pernah absen, bertukar celoteh pada saat purnama atau sang sabit, di atas genting rumahmu. ya, kan? atau pada saat menunggu ikan memakan umpan yang ada di kail kita, hingga kita tertidur. ha-ha-ha. aku rindu saat-saat itu, Biru. sungguh.
Biru, sebenarnya orang-orang di sekitarku tidak pernah setuju ketika aku menulis janji denganmu di suatu sore, piknik di bawah jingga. mereka berang, Biru. mereka membodoh-bodohiku! tapi aku tak peduli, aku tetap menemuimu, kan, di bawah akasia itu? habisnya, mereka bilang kamu itu buruk buatku. hah, apa yang mereka tahu?
Biru, maafkan aku. Juli itu, aku seakan menghapus jejak. bukan, bukan, aku tidak membencimu. pun, kamu tidak salah. saat itu aku kalut. tepat sehari sebelum aku pergi, aku bermimpi, Biru. dan dalam mimpi itu, ada aku dan kamu bergandengan tangan. awalnya tidak terjadi apa-apa, namun semakin jauh kita berjalan, tiba-tiba tanganku terbakar, Biru. kobaran api memakan cepat tanganku hingga menuju dada. aku pun melepaskan tanganmu, dan anehnya, seketika kobaran api itu mati. dan tangankukembali seperti semula. aneh, kan? tapi yang lebih aneh lagi, kobaran itu muncul. bahkan semakin merah. aku bangun dari tidurku dengan peluh di sana-sini. sesungguhnya aku takut mengartikan mimpi itu. namun mengapa hatiku berbisik untuk lebih baik menjauh sementara dari kamu. yah, mungkin aku memerlukan udara segar di luar sana, pikirku. kemudian, aku mulai berkemas dan menghapus jejakku, satu demi satu.
hei, Biru. tahukah kamu? aku sudah menikah! lihat-lah cincin bermotif matahari di jari manisku, lucu kan? sebulan setelah aku pergi, ada lelaki baik hati yang menyuntingku, namanya Merah. dia memberiku cincin ini. aku cinta dengannya, Biru. masih ingat tidak, ketika purnama di bulan Juli, seseorang mengetuk pintu rumahku dan menyelipkan surat dengan amplop bergelombang? iya, yang isinya ucapan selamat ulang tahun. dan ternyata tahukah kamu, Biru? itu dari si Merah ini! lelakiku. ha-ha-ha. lucu ya pasangan hidup itu? seakan misteri, tapi ternyata sudah berada tak jauh dari kita.
hei, Biru. maafkan aku sekali lagi. mungkin ini adalah surat pertama sekaligus menjadi yang terakhir yang aku kirim. aku tidak membencimu, atau tidak ingin menemuimu. tapi perjalananku selama ini mengajarkan banyak sekali hal. kamu tidak akan aku hapus, Biru. biarkan aku menjadikanmu kenangan yang.. begitu besar dan maha dahsyat yang pernah terjadi di hidupku.
baik-baik ya, Biru. dimanapun kamu berada. kecup manis dari aku dan Merah-ku.
Love,
Orange.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar