8.9.10

Rindu. Satu. Kamu

Aku sedang merah jambu.
Karena hujan jatuh terus menerus hingga terseok-seok.
Aku tidak sedang ingin berkelabu.
Atau bahkan menderai biru.
Aku hanya ingin merah jambu meski hati meradang Rindu.

Mengapa rindu ini perih?
Seperti luka yang tersiram jeruk nipis.
Seperti peluk yang tak dapat sambutan oleh lengan. Miris.
Dan sialnya.
Rindu ini semakin menebal seperti kulit babat yang ku benci.
Rindu ini semakin menyengat seperti parfum Paris Hilton.
Aku tak sanggup bernafas.
Terhimpit tebal dan menyengatnya rindu.

Kau berada jauh ratusan kilometer dari ragaku.
Kau bawakan bayangmu untukmu.
Kalau-kalau kau rindu, peluklah ia meski hitam. Katamu.
Ketika rindu mampir, aku peluk kemudian aku ajak ngobrol saja bayangmu.
Hangat sih, tapi aku tetap saja merasa dingin.
Karena ia tak bisa mengucap kata dan doa dari mulutnya yang bisa menenangkanku.

Tak ada lagi yang bisa ku lakukan dengan bayangmu.
Jiwa kompeniku muncul.
Aku ingin memonopolimu.
Bahkan lebih dari tiga abad.
Lebih dari selamanya.

Wahai Rindu. Susurilah hatiku sesuka hatimu.
Karenamu, hatiku semakin kuat.
Dan kelak, akan tumbuh buah manis dan legit, hasil segalon Sabar yang kusiram tiap kau datang.

Rinduku Satu, Eigenar. Dan hanya untuk Kamu.

Tidak ada komentar: