21.12.12

Pelukan itu.

apa kabar, Malta?
sepertinya suratku sudah sampai, ya?
semoga bisa mengendap, dan segala aroma rasa yang terkumpul di dalamnya dapat memenuhi ruang otakmu.

baiklah. jadi begini..
lengan percayaku sudah memelukmu, dan kamu tau itu.
dan aku baru saja menemukan sesuatu dalam kotak yang ada di tumpukkan bawah.
entah sengaja, atau termakan waktu saja.
aku juga tidak tau.
apakah kotak itu masih difungsikan, atau ingin kau buang tapi tak bisa, atau..
entahlah.
pinsilku sampai patah.
entah karena emosi, atau karena pelukanku perlahan melorot, melepaskan eratnya darimu.

aku benci pertanyaan.
tapi kau tidak memberiku energi untuk selalu bisa memelukmu.
aku tidak bisa berdiri sendiri.
logikaku memarahi aku.
bahkan ia marah ketika musuhnya, hati, merintih kesakitan.

entah apa yang ada di pikiranmu, Malta.
aku tidak tau.
aku tidak pernah tau.
karena mulutmu terkunci dan aku tak menemukan aku dalam matamu.
tidak ada aku.
tidak ada.

ah, pinsilku patah lagi.

Malta, mengapa aku tidak bisa memelukmu lagi?

Yang selalu melihatmu,
Jani.

20.12.12

Malta dan Jani.

Hai, Malta.

Ini surat pertama, dan akan ada surat-surat lainnya yang mendiami kotak suratmu sejenak sebelum berpindah ke tanganmu dan mengendap dalam memorimu melalui mata besarmu.
Aku pernah cerita, bagaimana bingungnya aku dengan apa yang terjadi beberapa bulan belakangan ini.
Bolak-balik aku ke bengkel, hanya untuk membenahi logikaku.
Mungkin karena terlalu sering kugunakan lebih dari sebagaimana mestinya.
Sehingga, beberapa bulan ini aku sering kerepotan karena mau tidak mau aku memakai hati untuk berfikir.
Kamu tau kan, Malta, bagaimana ribetnya memakai hati.
Aku tidak terbiasa. Dan ketika memakainya, rasanya aku seperti memakai kemeja dengan kancing yang tidak dikancingkan pada lubangnya. Amburadul.

Haha. Kau pasti tertawa, Malta.
Ya. Tidak ada yang mengetahui aku lebih dalam daripada kamu.
Bahkan sebelum aku mengetahuinya, kamu sudah tau lebih dulu.
Selalu ada dua Jani di dalam satu Jani.

Aku ingin menyapamu malam ini, Malta.
Tapi aku terlalu tenggelam dalam ego yang sedikit demi sedikit memakan akal sehatku.
Egoku pun akhirnya, memuarakanku kepada ketakutan yang selama ini menjadi tembok besar di rumah.
Baru saja, malam tadi, aku katakan untuk melawan rasa takutku.
Tapi kemudian ia datang seperti petir.
Tiba-tiba, mengagetkan, dan menyisakan gemeretuk gigi karena ngeri.
Aku harus bagaimana, Malta?
Ketika aku sudah kenyang dengan pertanyaan, kamu malah menjejaliku dengan semangkuk tanda tanya.
Tidak bisakah kamu mengerti saja, hanya mengerti saja, bahwa aku tidak suka?
Aku tidak ingin menyendok mangkukmu.

Tidak bisakah,
kamu mengerti saja,
hanya mengerti.
bahwa aku tidak suka?

Yang ingin meruntuhkan segala pertanyaanmu,
Jani.


12.12.12

It's H.

suatu saat aku akan menulis surat tanpa nama kepada dewa Ra,
bahwa detik ini tak ada lagi rotasi satu semesta padanya,
bahwa kepingan ruang dan waktu telah tersimpan rapi dalam kotak pandora,
bahwa tidak ada sengatan Matahari yang dapat masuk dalam semestaku,
bahwa kunci yang sedari dulu hanya bisa kusimpan rapi, telah beralih tangan,
bahwa semestaku menemukan elemen baru.
bahwa suatu saat itu tidak perlu menghabiskan ribuan tahun,
bahwa suatu saat itu adalah saat ini,
ketika aku tak bisa berhenti menengok permukaan, meski hal itu membuat nafasku tersengal.
hanya untuk melihat elemenku, tidur mendengkur.
ketika tawaku pecah saat menikmati angin pantai yang lengket ketika ia menculikku.
ketika pupil tidak bisa tidak menangkap bayangannya, kemanapun ia pergi,
ketika aku terjatuh, dan ternyata ia menangkapku.
ketika ia menunggu di permukaan hanya untuk melihatku tersenyum dan menyerahkan kunci milikku,
ketika waktu tiba-tiba berhenti, dan aku bisa bernafas tanpa insang.

aku tak lagi berotasi, aku tak lagi berada di tepi jurang.
aku berada di guanya, meski aku belum tau bagaimana cara bernafas sepertinya.


15.11.12

Percaya

sang pantulan cermin berkata, roda berputar.
iya, aku tahu. roda memang berputar.
tapi apakah yang di sana menghendaki perputaran yang sama?
sang pantulan cermin berkata lagi, percaya.

percaya pada apa?


keegoisan merajalela.
pertanyakan diri dalam pantulan cermin.
entah berapa kantung harga diri sudah dibuang.
dengan segenggam nyali, beranikan untuk percaya.

Gadis bodoh yang duduk di tepi jurang.


Gadis bodoh itu tetap duduk di pinggir jurang.
Entah apa yang dilihatnya, yang jelas di seberang tempat ia duduk terdapat sebuah rumah.
Dia tak sedang mengintai, ataupun mempersiapkan sesuatu.
Ia hanya diam, dengan tatapan lekat tertuju pada rumah tersebut.

Aku pun tak tahu, apa yang sedang ada dipikirannya.
Untuk apa ia membuang-buang waktu, hanya duduk di tepi jurang, padahal banyak orang yang mengajaknya pergi, beranjak dari tempat yang membosankan itu.
Tapi ia selalu menggeleng. Menggeleng dan terus menggeleng, tidak melepas pandangannya dari rumah.
Apa yang ia cari?
Hingga kuberanikan diri untuk bertanya.

“Hey, sedang apa kau?”
“Aku? Sedang menikmati sesuatu yang semesta berikan.”
“Kau tidak bosan?”
“Mengapa harus bosan?”
“Bukankah banyak yang lebih menarik, ketimbang duduk disini?”
Gadis itu menatapku sejenak kemudian tersenyum.
“Aku percaya, semesta tidak sembarangan memberi aku kode-kodenya selama ini. Kata seseorang, aku hanya perlu mempertebal kepekaanku. Aku tidak hanya duduk. Aku sedang mempercayai apa yang aku lihat adalah baik.”
Dan aku semakin tidak paham dengan jawaban yang keluar dari mulutnya.
“Jadi, kau tidak mau ikut denganku? Rumah itu sebentar lagi akan berpenghuni lagi.”
“Tidak, terimakasih. Aku tau cepat atau lambat ia akan punya penghuni baru. Tapi aku akan mengejar apa yang membuat aku nyaman.”

Kutinggalkan gadis itu, yang masih tetap duduk di pinggir jurang.
Gadis bodoh, mempercayai sesuatu yang tidak pasti.
Aku hanya bisa berdoa untuknya, agar yang ia percaya benar-benar baik untuknya.

taken from : here


2.11.12

Rumah.

tidak mudah membangun sebuah rumah, apalagi mulai dari nol.
proses menggambar, memilih bahan bangunan, dan bahkan memilih tukang terpercaya yang bisa membangun rumah yang diinginkan.
semua proses penting, dan setiap detail juga mempunyai pengaruh.

kamu tidak bisa membangun rumah dengan hitungan hari.

terkadang prosesnya melelahkan, dan menuntut kamu untuk tidak berhenti.
terkadang bahan yang kamu inginkan tidak selalu menjadi bahan yang sebenarnya dibutuhkan.
terkadang proses membuatmu seolah ingin menghancurkan beberapa pondasi menjadi puing-puing.
kemudian pergi.

kamu tidak bisa membangun rumah dengan keadaan letih.

ya, kamu tidak akan pernah tau sampai kamu benar-benar mencobanya.
apakah desain rumah seperti ini benar-benar cocok untukmu?
apakah bahan-bahannya bisa membuat pondasi rumahmu kokoh?
dan apakah benar, kamu sedang ingin membangun rumah?

pikirkan kembali.

apakah kamu butuh rumah,
atau tempat untuk singgah?


27.10.12

Thank You.

A cup of espresso on such a serene afternoon. Embracing the silence by the window, staring into nothingness. The residue of the past turns into dust; and everything’s sparkling under the sun. - @beradadisini
Don't stop me, dear you.

21.10.12

Segitiga.

semesta, hari ini kita berjumpa.
bertatapan mata. bertukar cerita.
tidak. kali ini tidak menyusuri rumah.
tapi kita saling melempar tanya.

semesta, lalu aku harus menjawab apa,
kalau aku pun masih tidak paham dengan jalan yang Kau tunjukkan?
sehingga ketika ia melempar tanya,
aku tangkap dan simpan dalam kepala.
tapi susah.
karena hati selalu ingin ambil bagian.

semesta, lalu aku harus bagaimana?
rasanya aneh ketika aku berpikir tentang apa yang tidak ingin kupikir.
rasanya pahit ketika aku harus berucap apa yang tidak ingin kuucap.
namun, aku tidak ingin melepaskan.
karena apa yang aku pijak kali ini,
benar-benar tempat yang ingin aku pijak.
bukan untuk diinjak, tapi untuk berdiri tegak.
siap melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

semesta, aku tidak lebih dari perempuan brengsek.
karena aku mengkhianati kaumku sendiri.
aku kanibal yang tidak bisa menahan diri.
tapi aku bisa apa?
kejujuran hatiku ingin diberi apresiasi.
tapi dilain tempat, kejujuranku bak pisau beracun yang siap melahap hati.

semesta, kita bertemu pukul empat.
kusiapkan tempat, agar percakapan kita erat dan melahirkan surat.
surat ijin untuk melanjutkan perjalanan.
dengan atau tanpa si pemilik senyuman.

20.10.12

the time I remember most.

mengingatnya saja sudah membuat perutku geli.

dua hari yang lalu aku pulang.
ke rumah kami yang nyaman dan selalu aku rindukan.
bukan tanpa sebab aku kembali ke sana.
ke tempat yang seharusnya aku simpan dalam-dalam.
si pemilik senyum itu mengajakku berjalan-jalan, menyusuri setiap tepi rumah.
baunya masih sama. atmosfernya masih sama.
tidak ada yang berubah.
posisi sofa, tv, dan bahkan dua mug orange tetap pada tempatnya.
miniatur tomcat, meski sedikit rusak, namun tetap berdiri gagah.
dan misteri jogja dan ulang tahun pun terkuak satu persatu.

aku benar-benar kembali ke rumah.
aku pulang.

kemudian, hatiku penuh.
dan sekarang aku bingung mencari cangkir untuk menampung.

5.9.12

Ingin pulang.

percakapan pukul delapan tadi, membawaku hanyut, tidak, tenggelam dalam lautan lamunan.
pertanyaan dan jawaban selalu berebut menempati ruang pikir.
satu lenyap, lainnya hinggap. tak hentinya mematri tiap pori.

tau apa aku tentang berbesar hati?

tuan rumah macam apa yang meninggalkan rumahnya untuk waktu yang lama untuk sekedar berjalan-jalan?
tak terhitung debu yang menempel pada perabot. udara lembab karena  tak satupun jendela dibiarkan terbuka. dan ruang-ruang hampa yang dibiarkan tak tersentuh tawa.
apakah ini buah dari ketidakpedulianku?
jauh berjalan, seakan menuju suatu tempat, tapi tidak.
ternyata berlari dari apa yang (menurutku) mengejarku.
sekarang aku tercekat, kehabisan bekal nafas.
dan aku mulai merindukan rumah.
tapi sepertinya aku tersesat.
atau mungkin..
aku yang tak ingin menatap lekat-lekat, kompas yang menuntunku kembali ke rumah?

tau apa aku tentang berbesar hati?

sepertinya aku memang harus berdamai dengan  diriku, kakiku, penglihatanku.
untuk pulang.

15.8.12

Apa Kabar?

Hingga detik ini, rekor "Apa kabar?" terjauhku hanya sampai Draft.

10.8.12

Paragraf Singkat

ketika aku sudah berani untuk menangkapmu, ternyata kau tak siap untuk jatuh.
roda memang benar berputar dalam sebuah paragraf yang singkat.
dulu, setengah hati aku menanam benih. sekarang kau yang sepertinya enggan menuai.
roda memang benar berputar dalam gelak tawa singkat dan berujung pada sorakan tangis.

aku merasakanmu dalam sunyi. pelan-pelan namun pasti.
lalu mengapa harus bergegas jika awalnya kau ajak aku untuk meniti.
ketika aku sudah hampir pada ujung titian, kau lenyap, tidak lagi memapahku.
aku memang bukan siapa-siapa dalam sedikitpun ruang hatimu.
tapi aku menyulam benang-benang sayang yang kau beri.
entah untuk apa, yang pasti inginnya aku naungi.

mungkin bukan sekarang.
atau mungkin bukan kau.
si pemberi benang-benang sayang yang sekarang harus aku urai satu persatu.

terimakasih untuk paragraf singkatnya.
jangan beri aku tinta lagi, karena lembar demi lembar sudah aku bakar.

28.7.12

About MG

aku suka kata-kata indah.
aku suka mendengarnya.
apalagi kalau itu terselip dalam setiap pesan.
pesanmu.
hanya saja, hal tersebut jarang terjadi.


aku tau kamu tak begitu lihai memutar lidah, bermain menyusun kata dengan segala estetika.
ah! itu memang bukan gayamu, dan aku tau.
toh aku memperhatikanmu bukan karena itu.
kamu berbeda.
kaku, pemalu dan tak banyak bicara.
bagaimana bisa kamu membuat perempuan tertarik dengan segala kekakuanmu?

You don't always say sweet thing, but you did a lovely thing.

Thankyou, MG.

18.6.12

Semoga Tidak Kamu Lagi

ada rasa sedih saat melihatmu bahagia
bukan karena aku tidak ingin kamu bahagia
melainkan karena bukan aku yang membahagiakanmu
itu menyakitkan 
seperti pukulan yang sebenarnya ingin buatku tersadar

mungkin ini waktu untuk aku terpuruk
supaya aku dapat melihat Tuhan memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan
sehingga doa dapat melahirkan smangat 
dan kemudian untuk buatku bangkit
namun ketahuilah 
sebelum aku sudah tak lagi mencintaimu
ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu mengelilingi tubuhku 
dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku

ada satu hal yang sampai hari ini masih membuat aku bangga menjadi aku
yaitu aku mampu terima kamu apa adanya

aku meminta ampun kepada Tuhan
sebab aku pernah berharap kalau suatu saat
ketika angin menghempasku hilang dari daya ingatmu
aku ingin tak pernah lagi menginjak bumi
sebab hidup jadi terasa bagaikan dinding yang dingin

aku harus menjadi paku
kamu yang bagai lukisan
dan cinta itu palunya

memukul aku

memukul aku

dan memukul aku

sampai aku benar-benar menancap kuat

pada akhirnya
semoga tidak kamu lagi
yang aku lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas.


***

Ini merupakan salah satu puisi karya Zarry Hendrik yang saya suka dan terkadang menampar saya dengan keras. Kalian bisa mendengarkannya di sini.

14.6.12

Hai :)

hai kamu.

tidak perlu mengejar tahu.
aku hanya butuh rasa.

selamat malam.

21.5.12

Jangan menyimpan hal yang tidak perlu

lalu untuk apa mengumpulkan banyak-banyak rasa sakit pada hati
jika hanya membuat sesak dan tidak bisa berjalan?
lalu untuk apa menyimpan banyak-banyak rasa sakit pada hati
jika sudah tahu bagaimana sakitnya rasa sakit itu?

***

jangan memberi makan kenangan.
karena kamu akan kekenyangan dan menjadi semakin besar.
sehingga tidak bisa kemana-mana.
tetap pada tempatmu, dengan menyedihkan.

7.5.12

Buah Kuldi

kamu tak lebih dari sepotong buah kuldi.
meninggikan imaji dan terbangkan semua keluar lini.
namun sedetik kemudian, terperosok jurang kelam.
tak terbatas dan tak pelak menimbulkan lebam.

kamu tak lebih dari sepotong buah kuldi.
diluar terlihat membuncahkan birahi,
namun ternyata siap menguliti.

aku tau kamu tak lebih dari sepotong buah kuldi.
maka aku tak bernafsu untuk menikmati.

2.5.12

Aku. Kau. Jogja

sepertinya Jogja sedang membuat kau mabuk.
sampai-sampai kau rela berlari mengejarnya.
dan menunggu gerbangnya terbuka.

aku juga. mabuk akan Jogja.
mabuk mengumpulkan kepingan yang tersisa.
tertinggal di sela-sela roda sepeda yang kau kayuh sekuat tenaga.
demi menuju alun-alun dengan pohon beringin kembarnya.
heningnya malam menjadi saksi gelak tawa kita berdua.

aku juga. mabuk akan Jogja.
mabuk mengumpulkan aromamu yang tersisa.
tertinggal di sprei kamar hotel Kartika.
juga disudut-sudut kecil kota Jogja.
pada sate telur puyuh yang selalu menjadi pilihan pertama saat sarapan.
pada benteng vrederburg atau museum kereta kencana.
bahkan terik matahari tak menyurutkan suasana romansa.

aku, kau dan Jogja.
selalu menyenangkan dan menenangkan.
semoga segera mendapatkan apa yang kau kejar :)



25.4.12

Penghentian Tabrakan

mengapa selalu bertabrakan?
permukaan batu kita tidak cocok satu sama lain, sehingga kerap terjadi gesekan
aku tanyakan pada kamu
ya.. seperti biasa. hanya gaung saja yang kudapat
sisanya ruang hampa
aku tanyakan pada Tuhan
sepertinya Ia sengaja ingin menyimpannya sendiri
tak sedikitpun aku diberi

mengapa selalu bertabrakan?
tak bisakah kita berpelukan dan mengisi satu sama lain?
harus kah kita mengikis satu persatu sisi,
agar kedua kutub kita kembali tarik menarik?
apakah kita rela, memecahkan sisi demi satu sama lain?

oh, dear Dela.
will you please..stop thinking?

18.4.12

Fallen For You

Fallen for you. Did you ever see me, watching from periphery?
I was playing another game. Hope you catch on all the same.

apa kabar? semoga tetep baik dan baik yang aku dengar.
aku? tetap dengan keadaan yang sama. aku masih mencoba untuk berdiri, setelah gravitasi serta medan magnet telah melumpuhkan sendi-sendi kaki.
tapi aku baik.
tentu saja aku tau, aku akan baik-baik.

aku sedang bermain. bukan, bukan permainan seperti yang kau ajarkan. aku menemukannya secara tidak sengaja di dekat taman tengah kota. dan aku cukup senang. sejenak aku bisa melupakan kakiku yang lumpuh
apa kau melihatku?
lihatlah senyumku terus mengembang!
seperti roti yang baru keluar dari oven. harum dan mengembang.
seperti pipi anak kecil yang merekah sehabis mandi. lucu dan menggemaskan.
aku menikmati permainan ini, meski aku belum yakin, apa yang aku mainkan.
aku sangat berharap, kamu melihatku.
melihat senyumku yang tak henti-hentinya mengembang.

Fallen for you, boy who's trying to be a man. Boy, you don't know if you can.
I thought i knew you well enough. But your walls are still too tough.

aku sangat ingat ketika kau membangun dinding di sekelilingmu.
awalnya pun aku tak paham, sehingga aku memperhatikan saja, kau meletakkan batu bata satu demi satu.
setelah setengah jalan, aku merasa tempat yang aku pijak terlalu kecil. bahkan untuk sekedar berbaring saja susah.
aku meminta ijin untuk keluar, dan voila! kau langsung memberikannya.
aku melihat bangunanmu dari luar.
bagus, namun berantakan. mungkin karena kau tidak punya pengalaman membangun rumah, sehingga pekerjaanmu acak, dan tidak enak dilihat.
aku sudah mengingatkanmu, untuk tidak membangun rumah sekarang. namun kau bersikeras, dan membuat aku memutuskan untuk keluar.
aku tau kau sedang berusaha untuk membangun rumah yang terbaik. tapi, kau sendiri membangunnya dari dalam. sehingga kau tidak bisa melihat rumah-rumah yang ada di luar sebagai perbandingan.

..I thank you all the same, but I'll go now..

mungkin aku belum mampu berdiri.
entah karena perbedaan gravitasi yang aku alami karena keluar dari dimensi rumahmu, atau karena aku malas untuk berdiri.
tapi aku mendapatkan sesuatu yang langka diluar sini, yang tidak aku dapatkan di dalam rumahmu.
dan aku bahagia.

-----------

Cuplikan lagu Sheila Nicholls - Fallen For You

12.4.12

"Let Me Count the Ways" by Yoko Ono

Let me count the ways how I love you
It's like that gentle wind you feel at dawn
It's like that first sun that hits the dew
It's like that cloud with a gold lining telling us softly
That it'll be a good day, a good day for us
Thank you, thank you, thank you
Let me count the ways how I miss you
It's like that oak tree in my childhood garden
It's like that first summer I spent in Egypt
It's like that warm evening you read to me
Both knowing deeply
That it's a good time, a good time for us
Thank you, thank you, thank you
Let me count the ways how I see you
It's like that lake in the mountain you heard about
It's like that autumn sky that stays so blue
It's like that air around me that holds me gently
Whispering strongly that you're always there, always for me
Thank you, thank you, thank you

( source from Google )


10.4.12

Roda Berputar

roda itu berputar. dan saya yakin, saya pasti ikut berputar.
saya memahami keadaan yang naik turun. karena sekarang, saya sedang berputar.
mencoba berputar dalam posisi yang nyaman dan tentu saja membuat bahagia.

roda itu berputar. dan saya yakin, pasti saya bisa mencapai atas.
man jadda wa jadda.

5.4.12

Mengolah rindu.

seperti melemparkannya kepada tembok.
memantul, kemudian tergeletak di tanah.
aku pikir, rindu ini bisa menyelinap menembus tembok, menuju dimensimu.
ternyata di tolak mentah-mentah oleh gardamu yang paling depan.

----------

rinduku mentah.

aku tak tau harus memasaknya dengan apa.
tak ada alat dapur, pun tak ada bahan pelengkap.
teronggok rindu pada genggaman tanganku.
rasanya panas, dan tak sanggup ku menahannya.
seperti ikan lele yang siap mematil,
atau kepiting yang siap mencapit.
benar-benar seperti anak kecil yang tidak mau tidur siang.

susah.
aku tak bisa mengolah rindu.
pun aku tak ingin rindu ini berlama-lama meringsuk pada genggaman tanganku.

akhirnya ku makan rindu, mentah-mentah.
ku kunyah dan ku telan.
agar jatuh pada jurang lambung.
secepatnya, menghilang.

---------

dimensimu begitu dekat. ingin aku dekap.
namun durimu menusuk tajam dan siap menerkam.
pintuku terkunci rapat.
ingatkan kuncinya ada di tanganmu?
kalau begitu, kamu pasti paham.
ya, aku percaya, kamu pasti paham.

29.3.12

Pagi. Ini.

pagi hari tadi, aku buka jendela.
ku biarkan udara pagi melesak memenuhi relung hati.
aku terkesima.
aku tidak pernah selega ini.

:)

27.3.12

Maaf

maaf.
kantongku kosong.
aku tak bisa memberi apa yang kamu ingin dan kamu pinta.
maaf.
aku hanya bisa memberi seutas senyum.

26.3.12

Perayaan Senin

perlukah aku mengadakan perayaan di tiap hari Senin?

ini senin ke-tiga, dan aku masih berada di persimpangan.
kenapa mendadak aku menjadi orang yang penuh pertimbangan?
biasanya, angin yang menuntun langkahku. nampaknya ia sembunyi lagi. seperti saat senin pertama.

temanku sedang jatuh cinta.
dan menulis tentangnya. rasanya bahagia sekaligus norak.
ya, dia bilang jatuh cinta itu norak.
jatuh cinta ya..
cintaku masih belum jatuh. ia masih bersemayam di dasar hati orang itu.
entah mati atau sekedar mati suri saja.
yang pasti ketika kamu memintanya, aku tidak punya.

senin ke-tiga dan aku masih tidak punya apa-apa.
tidak punya cinta.
tidak punya rasa.
tidak punya mata.

tapi senin ke-tiga memberikanku asa.
asa dalam bahagia.
ya, aku bisa.

19.3.12

Aku tau.

kuat gemeretuk rahangmu, membuat aku tau, senyummu menjadi abu.
gerak bola matamu, membuat aku tau, rautmu tak lagi teduh.
aku tau.

aku tau.

ya.

aku tau.


kasihan kamu.
ini aku beri batu bata, pasir dan semen.
untuk memperluas bidang hatimu.
agar nanti penghuni yang baru, dapat dengan serta membawa mimpi-mimpinya yang menggunung.

Senin kedua.

Sudah kali kedua aku bertemu Senin sejak Matahari tidak lagi menjadi poros ketika aku berotasi.
Sudah empat belas hari tepatnya sejak aku berjalan dengan kedua kaki sendiri.
Sudah tiga ratus tiga puluh enam jam lamanya sejak aku memutuskan untuk memilih bahagia mana yang harus di tempuh.

Lihatlah.
aku tak henti-hentinya mengucap Aku Bisa kepada dinginnya rautmu tak membalas sunggingku.
tak ku gubris pertanyaan, ku biarkan mengendap.

bahagia merupakan sebuah pilihan.
dan aku pasti tak salah pilih.

6.3.12

Matahari hari ini.

aku masih tergila-gila dengan Matahari.
namun,
hidup adalah deretan opsi.
dan aku harus memilih.

Insya Allah semua baik.

6.2.12

Quote of the day

Do not ever steal my freedom. Because of them, I'm alive.

27.1.12

Quote of the day

" I'm a believer of "passion", but at the same time, I do think that "passion" should be balanced. I disagree with the thinking that if you're into arts, then you don't need to study maths. Or if you've managed to run a business even before you graduate, then there's no point of finishing school or university. Life should be balanced. Like day and night. Like fiction and fantasy. Practice goes well with theories. Sometimes, we abuse the idea of "passion" that we neglect the fact that in life, it's not always about you. And even when it's about you, you need to be complete. Don't use "passion" as an excuse to miss out on other things life has to offer. Don't just live in your own passion-bubble and not touch other worlds. Be out there and stay current." - Diana Rikasari.

26.1.12

Movie Review : Death Note

Death Note.
Beberapa hari yang lalu saya menuntaskan ketiga seri film ini. Awalnya saya tidak begitu tertarik, karena saya pun sudah tamat membaca versi manganya. Tapi karena pada saat itu saya nganggur berat, jadi saya memutuskan untuk melihatnya. Bukan bermaksud spoiler, karena Death Note, Death Note 2: The Last Name dan Death Note 3,5 : L Change the World sudah muncul pada tahun 2006, hanya mencoba untuk mereview saja. 





Dari alur cerita kurang lebih sama dengan yang ada di manga. Yagami Light ( dalam spelling jepangnya dibaca Raito ) yang diperankan oleh Tatsuya Fujiwara, mahasiswa hukum di Kanto memiliki sebuah buku bernama Death note di mana ketika ia menuliskan nama seseorang di dalamnya, maka tak lama kemudian orang tersebut akan mati. Target Light adalah para kriminal yang bebas berkeliaran. Ia mengeksekusi targetnya dengan menggunakan nama Kira. Karena tiba-tiba banyak sekali kriminal yang mati secara mendadak, maka pihak kepolisian bersama L, diperankan oleh Kenichi Matsuyama, seorang detektif muda ternama, menyelidiki siapa dalang dibalik pembunuhan tersebut. 
Mengenai cast, saya akan membanding dengan karakter yg ada di manga dengan yang ada di film.

Yagami Light 

L. Lawliet

Misa Amane, diperankan Toda Erika

Menurut saya Tatsuya Fujiwara kurang memenuhi karakter Yagami Light dalam Death Note Manga. Wajah Tatsuya terlalu cute untuk menjadi Light yang pendiam dan tajam sehingga kesan 'mengerikan' dalam diri Light tidak tersampaikan. Kemudian untuk L, saya merasa Kenichi Matsuyama memang tepat dalam memerankan karakternya. Ekspresi hingga gerak-gerik juga cara bicaranya menurutnya saya, sangat L. Yang mengejutkan, yang menjadi Misa Amane dalam Death Note Movie adalah pemeran Kanzaki Nao dalam Liar Game. Yup, Toda Erika! Menurut saya, Toda Erika kurang 'gelap' dalam memerankan Misa. Memang secara penampilan sangat cocok dengan karakter Misa yang sangat gothic. Namun mungkin karena ekspresi Toda Erika terlalu polos, maka menurut saya kurang cocok memerankan Misa Amane.

Yak! Segitu saja review dari saya. Selamat menonton!

Nb : Kenichi Matsuyama bisa membuat adik saya sampe nosebleed! >,<



25.1.12

Antara roti dan nasi bebek.

Q : Lebih kenyang yang mana ; roti atau nasi bebek.

itu pertanyaan yang aneh. dan saya tidak bisa memberikan jawaban pasti, kecuali tergantung.
ya, tergantung kapasitas perutnya.
jika kamu merasa kenyang dengan sepotong roti, berarti jawabannya adalah roti.
namun, jika belum memakan nasi kamu tidak akan bisa kenyang, maka nasi bebek adalah jawabannya.

tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali Tuhan.

sebenarnya, kamu bisa kenyang dengan hanya sepotong roti.
lagi-lagi hal itu tergantung pada diri kamu sendiri.
seperti diet, kamu berusaha mati-matian untuk tidak makan berlebih.
berusaha sepotong roti dapat memuaskan perutmu.

bagaimana caranya?

dengan menahan diri.
manusia memang makhluk yang tidak puas dan selalu mencari yang terbaik.
namun jika kita berusaha bersyukur dengan sepotong roti yang ada di dalam perut kita, maka Tuhan akan memberikan rasa kenyang, sehingga kamu tidak perlu membeli nasi bebek lagi.

Bersyukurlah, maka kamu akan merasa kenyang.


23.1.12

Pernikahan dan Kebebasan.

Pernikahan.

Saya mungkin terlalu dini mengucap kata sakral tersebut. Saya masih 1/5 bagian dari abad yahh.. meski UU mengatakan saya sudah boleh melakukannya. But one thing i know, ini mengusik saya.

Apa sih yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata Pernikahan?

Happy? Probably. Is it really ‘happy things’ in your entire life?

Saya tidak sedang mempengaruhi pandangan orang mengenai indahnya pernikahan. Bahkan saya belum pernah mengalaminya! Lagipula, dalam islam hal tersebut merupakan sunah rasul. Bagi yang melaksanakan di anggap sebagai ibadah. Memang, saat pernikahan berlangsung, hal bahagia begitu menyelimuti seluruh orang yang terlibat di dalamnya. Insan laki-laki dan perempuan akhirnya mengikatkan diri di hadapan Tuhan, dan tentunya menjadi sah secara hukum. Mereka menjadi halal satu sama lain. Ya, sangat melegakan.

Tapi bagaimana dengan kebebasan? Apakah keduanya masih memilikinya? Kebebasan saat menjadi diri sendiri?

Semua orang pasti mempunyai prinsip hidup. Seorang teman bercerita pada saya mengenai prinsip hidupnya. Dia memang takut akan kesendirian, namun jika ada seseorang yang membebani ia untuk meraih tujuan hidupnya, which is membahagiakan orang tuanya, ia tak segan-segan untuk meninggalkannya. Oleh karenanya ia tak pernah takut akan sebuah ikatan, pun ia tak gentar pada sebuah perpisahan. Well, I have to say, dia tidak takut memilih. Ketika saya bertanya, bagaimana jika yang ia tinggalkan benar-benar merupakan orang yang tepat untuk dia? Ia menjawab, kamu tidak akan tau jika kamu tidak meninggalkannya. Well, siapa yang ingin berpisah dengan orang yang menurut kalian tepat untuk kalian? Tidak ada, kan? Tetapi ia memaparkannya seolah membuka benteng pertahanan saya, yang kemudian mengusik saya tentang pernikahan.

Apakah kita sebagai wanita, masih mempunyai kebebasan untuk menjadi diri sendiri setelah menikah?

Kata orang Jawa, wanita itu 'manak, masak, lan macak'. Menurut saya itu bukan hinaan, ya, itu benar. Manak, masak lan macak itu memang kewajiban kita sebagai istri. Siapa yang akan memberikan keturunan keluarga kalian kalau kalian tidak mengandung anak? Suami kalian?
Dan wanita tanpa bisa memasak? Itu konyol! Apa yang membuat suami kalian tidak sabar ingin pulang ke rumah kalau tidak mencicipi masakan kalian? Meski menunya hanya telur mata sapi dan kecap. Wanita dan berdandan memang tidak bisa lepas, maka jangan sampai kau menyambut suamimu pulang kerja dengan memakai daster lusuh dan muka yang berminyak. Itu akan membuatnya berputar dan kembali ke kantor.
Tapi apakah setelah melaksanakan kewajiban itu kita akan mendapatkan hak kita sebagai wanita? Misalnya, saya hobi menulis. Apakah setelah menikah nanti, saya masih bisa melakukannya? Menulis tanpa batas?

World Health Organization (WHO) dalam World Report pertamanya mengenai “Kekerasan dan Kesehatan” di tahun 2002, menemukan bahwa antara 40–70% wanita yang meninggal karena pembunuhan, umumnya dilakukan oleh mantan atau pasangannya sendiri. 

Fakta diatas kemudian membuat saya melemparkan pertanyaan lagi, apakah kekerasan, dalam hal ini adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT ) hanya melulu soal penyiksaan secara fisik? Ternyata dalam sebuah jurnal yang saya temukan (jelasnya bisa klik di sini ), disebutkan bahwa KDRT merupakan segala bentuk perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, luka, dan sengaja merusak kesehatan. Berarti selain penganiayaan fisik, penganiayaan secara psikis dan emosional juga disebut sebagai KDRT. Dalam sebuah jurnal pula ( jelasnya bisa klik di sini ) dipaparkan beberapa alasan mengenai penyebab terjadinya KDRT. Antara lain adalah Kurangnya komunikasi dan ketidak harmonisan, Alasan ekonomi, Ketidakmampuan mengendalikan emosi, ketidakmampuan mencari solusi rumah tangga dan kondisi mabuk karena pengaruh minuman keras dan narkoba.

Setelah membaca beberapa jurnal mengenai ini, saya kemudian berfikir kembali. Apakah memang kita mempunyai kebebasan untuk menjadi diri sendiri setelah menikah? Saya memahami bahwa beberapa hal menjadi tidak sama ketika kita menikah. Kebiasaan hidup yang dijalani seolah berbeda 180 derajat. Kita harus ini, kita tidak boleh itu, dan lain sebagainya. Saya pun sadar, secara agama, seorang istri memang harus patuh kepada suaminya. Menurut saya itu bukan suatu bentuk penindasan terhadap kaum wanita. Seharusnya kita sadar bahwa laki-laki yang kita pilih sebagai suami, bukan hanya menjadi pasangan yang dapat mengerti kita, namun juga memimpin keluarga. Kodrat laki-laki adalah menjadi imam bagi keluarganya. Menurut saya logis saja ketika suami mengimbau istri untuk lebih lembut atau meninggalkan hal-hal buruk yang bisa merugikan keluarga dan tentunya diri kita sendiri. Namun, apakah batas mengenai hal-hal yang merugikan keluarga dan diri sendiri begitu jelas seperti batas antara hitam dan putih?

Saya kemudian menjadi takut.

Saya, kamu, dia, mereka, masing-masing orang mempunyai prinsip hidup. Prinsip hidup inilah yang kemudian akan menjadi sepatu kita, untuk berjalan ke arah tujuan kita. Patut kita sadari, dalam perjalanan pasti kita akan menemukan berbagai macam gesekan sehingga kadang membuat sepatu kita menjadi lebih tipis. Seseorang bisa saja memberikan saran itu membeli sepatu baru, tapi itu sepatu kalian. Kalian mempunyai hak untuk tetap memakainya atau membuangnya ke tong sampah. ( Dan saya tahu, membuat pilihan itu sangat sulit. ) Saya kemudian menjadi takut. Bagaimana jika ketika menikah, sepatu saya bergesekan dengan sepatu suami saya? Bagaimana jika suami saya menghimbau untuk segera membeli sepatu yang baru? Inilah yang kemudian mengusik saya ketika mendengar kata pernikahan. Apakah kebebasan untuk mempertahankan sepatu hidup dalam bahtera pernikahan? Memori saya berputar kepada potongan-potongan film '5 Days of War'. Wanita bagaikan negara Georgia yang sedang mempertahankan kemerdekaannya yang diserang oleh Rusia. Seperti Georgia, wanita yang memilih untuk menggunakan haknya untuk mempertahankan sepatunya pun harus siap terhadap segala macam gesekan. Diplomasi, merupakan jalan damai sebuah negara ketika sedang berkonflik. Oleh karenanya, apabila terjadi gesekan dalam kehidupan rumah tangga, kita bisa menyelesaikan dengan bicara. Ya, bicara. Seperti yang dipaparkan oleh jurnal yang saya katakan di atas, bahwa kurangnya komunikasi bisa menyebabkan terjadinya KDRT. Oleh karenanya kita harus pintar-pintar menjaga komunikasi. Kalau kita pintar, kita bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin tanpa korban piring pecah, salah satu bentuk pengendalian emosi yang bisa mengurangi penyebab adanya kekerasan. Masalah apapun, pasti akan ada jalan keluarnya tanpa harus menggunakan kekerasan. Saya percaya, para wanita yang telah menikah pasti mempunyai laki-laki yang akan mengerti mengapa istrinya begitu ngotot mempertahankan sepatunya. Meski bukan sekarang, meski untuk beberapa tahun ke depan. Yah, patuh kepada suami boleh saja, tapi ingatlah, tidak ada manusia yang sempurna, suami pun perlu seseorang untuk mengingatkan dia ketika salah. Dan satu hal yang tak dapat dipungkiri adalah sepatu ini merupakan sebuah pengalaman yang tidak mungkin kita tinggalkan. Pengalaman berharga yang kemudian membentuk sebuah prinsip hidup. Wanita mana saja pasti tidak mau mengalami KDRT, tidak mau mengalami tekanan.
  
Cinta boleh saja buta, tapi kita harus punya mata. 

22.1.12

Aku dengar, tapi nanti dulu, ya?

Ketika saya membaca salah satu tweet @zarryhendrik :
“Terkadang kau merasa seakan sudah mendengar kata hatimu, sementara kau tidak membaca kata-kata yang Tuhan tulis di dalamnya.”
Dunia disekitar sekejap mengecil. Menyisakan saya dan sebuah ruang gelap yang besar dan sebuah lampu sorot yang menerangi saya dalam keadaan terduduk lemas. Sebuah tweet membuat saya bermonolog dengan diri saya sendiri. Berdiskusi mengenai sebuah roti yang sedang saya tunggu mengembangnya. Berbagai pertanyaan terlempar, dan banyak yang berakhir terpantul, tanpa sempat - atau lebih tepatnya, bisa - saya tangkap. 
Lampu sorot dan ruang gelap sungguh tak banyak membantu. Apalagi posisi duduk lemas saya, hanya membuat suasana menjadi semakin menyedihkan. Saya butuh cermin. Saya butuh melihat teman monolog saya. Saya butuh melihat saya. Mungkin ruang gelap tak selamanya hanya hiasan. Begitu pula dengan lampu sorot. Mereka membuat saya begitu fokus melihat bayangan diri saya dalam cermin. Awalnya saya begitu marah dengan bayangan yang ada di cermin. Mengapa sangat tak sabaran, mengapa begitu egois, mengapa begitu berantakan. Namun sedetik kemudian, saya merasa kasian. Ya, kasian karena bayangan ini seolah tidak mempunyai jiwa, seolah ia menggunakan jiwa lain untuk mengisinya. Kasihan, karena ia menjadi sosok lain.
Tiba-tiba ruangan gelap berubah menjadi sebuah persimpangan. Cih! Lagi-lagi persimpangan. Saya benci persimpangan! Mengapa harus memilih kembali? Mengapa?! Mengapa harus memilih jika keduanya sama-sama tidak menguntungkan, jika keduanya sama-sama memiliki resiko?! Tuhan benar-benar menguji saya yang terlalu santai, yang hanya mengikuti segala skenario-Nya.
...
“Tuhan, aku memang sudah mendengar hatiku berkata. Tapi biarkan aku tidak membaca apa yang Kau tulis dulu, ya? biarkan aku tak mendengar apa yang hati bicarakan dulu, ya? aku benar-benar ingin mengetahui pilihanku. Aku ingin keluar dari zona aman.”

Menunggu Rotiku Mengembang.

aku hanya tinggal menunggu, 'waktu' membuat rotiku mengembang.
trial dan error sudah bisa kulewati. berhasil atau tidak, tergantung rotiku ini.
aku sudah mati-matian mencari resep terbaik. resep rahasia dari dapur Italia katanya.
karena merupakan resep impor, pontang-panting aku mencari bahannya yang terkadang terasa asing di telinga.
aku ikuti langkahnya, satu persatu.
tidak jarang aku mengulang kembali gara-gara salah memasukkan telur.
yah, aku bersabar saja. karena katanya resep ini merupakan resep yang terbatas.
lidahku penasaran. jarang sekali ia merasa cocok dengan suatu makanan. ketika cocok, pastinya makanan itu lezat dan tentunya istimewa.

semua langkah sudah tuntas ku kerjakan.
kuteliti kembali, barangkali ada yang luput.
sekarang, adonan sudah di dalam oven. kuserahkan sisanya pada sang roti dan keajaiban Tuhan agar hasilnya memuaskan.

2.1.12

14 Januari 2012

Sial! Ternyata saya ketinggalan berita. Sudah lama tidak mengaktifkan BIS membuat saya jarang membuka twitter, dan karena ini juga saya ketinggalan berita tentang buku T(w)ITIT!-nya Djenar Maesa Ayu. Untungnya terbitnya masih tanggal 14 Januari nanti. Ahhh. Really can't hardly w-a-i-t! :) :) :)